Jumat, 07 Januari 2011

MENUJU KEHANCURAN PERADABAN BARAT (Liberalisme dan Krisis demografi di Eropa )


 
“The problem has also become very difficult because we are no longer sure of the norms to transmit; because we no longer know what the correct use of freedom is, what is the correct way to live, what is morally correct and what instead is inadmissible”.
(Pope Benedictus XVI)

Telah berak-rak buku yang telah tertuliskan tentang kehancuran peradaban barat. Peradaban yang menjadi proyektor ajarana-ajaran liberalisme ini tinggal menunggu waktu untuk musnah. Krisis demi krisis silih berganti. Krisis ekonomi, moral, dan demografi. Padahal ketiga hal ini penting dalam membangun sebuah peradaban. Hal ini justru terjadi bukan karena kesalahan dari para penjaga peradaban tersebut, Politisi, agamawan, media dsb. Tapi karena memang sejak lahir konsep liberalism sebagai basis dari peradabannya yang bermasalah sehingga saat ia diterapkan akhirnya menjadi semakin bermasalah.
Krisis Demografi
Menurut sebuah hasil penelitian bahwa sebuah kebudayaan bisa bertahan hingga diatas 25 tahun jika rata-rata jumlah kelahiran di wilayah tersebut adalah 2,11 persen. Dan jika hanya 1,9 atau 1,3 persen maka bisa dikatakan mustahil kebudayaan tersebut bisa bertahan. Melihat Eropa Saat ini,  tingkat kelahirannya sangat memperihatinkan. Tingkat kelahiran 31 negara di bawah Uni Eropa hanya sekitar 1,38 persen.   1,8 di perancis, 1,6 di Inggris, 1,4 Yunani, 1,3 Jerman, 1,2 italia, dan 1,1 Spanyol.  Hal ini tentunya sangat menghawatirkan bagi barat itu sendiri. saya kira kita patut untuk menyimak sedikit keluh kesah dari paus benedict XIV seperti  yang ditulis oleh Joseph A. D'Agostino, wakil presiden Population Research Institute, Before these families with their children, before these families in which the generations hold hands and the future is present, the problem of Europe, which it seems no longer wants to have children, penetrated my soul. To foreigners this Europe seems to be tired, indeed, it seems to be wishing to take its leave of history,”. Periode sebelumnya, menurut sang Paus, Keluarga-keluarga masih bersama dengan anak-anak mereka  dan kemudian berpegangan tangan untuk melanjutkan masa depan peradaban dan saat ini masyarakat Eropa tampaknya sudah tidak berminat lagi untuk memiliki keturunan dan kita mesti merebut kembali sejarah yang hilang itu.
Penyebab
                 Bermula dari pembangkangan atas otoritas gereja akhirnya Eropa memulai kehidupannya dengan kebebasan atas individu (liberalism). Kebebasan tanpa norma agama sebagai aturan positifnya dan kebebasan dengan interpretasi mereka sendiri dan dijaga dengan institusi demokratis.  Ternyata kebebasan tersebut akhirnya menjadi boomerang bagi masyarakat itu sendiri. kebebasan idealnya menjadi sarana untuk meraih kesejahteraan dan kenyamanan hidup bersama nyatanya menghasilkan budaya individualistis, budaya bersenang-senang (hedonism) dsb, seks bebas dan  bahkan atas nama kebebasan atau persamaan akan Hak Asasi Manusia, perkawinan sesama jenis telah dibolehkan menurut Paus “The anti-human nature of same-sex “marriage”. Paham feminisme juga mengajak para ibu rumah tangga untuk memberontak dan keluar dari rumah dan menjadi bagian dari produksi.  Paus benedictus XVI, “dalam masyarakat modern, karena pengaruh feminisme sehingga produktifitas dalam bidang ekonomi lebih dibutuhkan sebagai sebuah lifestyle dalam masyarakat level kelas menengah daripada menghasilkan generasi penerus peradaban hingga tidak ada waktu lagi untuk menghasilkan keturunan.”
Populasi Islam di Eropa
              Belum reda kegelisahan di Eropa karena krisis demografi, Populasi muslim semakin meningkat tajam. Secara demografi masyarakat Eropa memang minus tapi jumlah populasi tidak berkurang bahkan bertambah. Tapi, imigran-imigran muslimlah yang menjadi penambahnya. Sumber daya manusia di negara-negara barat yang pertumbuhan ekonominya sangat tinggi tentu sangat disukai oleh penduduk negeri-negeri muslim yang kebanyakan miskin  dan dekat dengan Eropa seperti Turki atau Maroko. 
Ketika rata-rata kelahiran di perancis adalah 1,8 maka imigran muslim di perancis rata-rata 8,1  dan diperkirakan tahun 2027  satu dari lima penduduk perancis adalah Islam dan hanya dalam waktu 39 tahun perancis menjadi negara Islam. begitupun di Inggris, Jerman, Belanda, dan Rusia dan negara-negara eropa lainnya. hal ini juga diakui oleh German Federal Statistic Office, kejatuhan populasi jerman tidak bisa lagi dihentikan. Putaran Spiral yang terus menerus menurun tidak bisa diputar keatas lagi dan Jerman akan menjadi negara Islam tahun 2050
Selain Imigran, masyarakat barat yang sudah bosan dengan kehidupannya juga sudah banyak yang beralih menjadi Muslim setiap harinya dan semakin menambah jumlah umat islam di Eropa.
              Sebagai orang muslim semestinya kita bercermin pada kondis yang ada pada masyarakat barat saat ini yang tinggal menunggu kehancurannya karena keyakinan atau pandangan hidup yang mereka anut sendiri dan perlahan-lahan mereka kembali ke Islam sebagai fitrahnya. Sementara masyarakat Islam saat ini terkhusus Indonesia masih menganggap barat dan segala produk budayanya sebagai hal yang superior. Anak-anak muda mengadopsi pergaulan bebasnya, Faham-faham liberal, sekuler, Demokrasi, HAM, feminisme dsb. padahal islam dan segala produknya adalah diatas segalanya.
Kemudian Paus Benedictus memberikan Solusi, “what can save it but a profound spiritual renewal? Given the risible self-destruction of Europe’s moribund Protestant churches, can any force other than the Catholic Church provide this renewal for Europe?  Or perhaps Europe’s fast-growing high-fertility Muslim population will provide its own spiritual reformation for the continent”.
هوالذي ارسل رسوله با الهدي و دين الحق ليظهره علي الدين كله ولو كره المشركون

“Dialah yang telah mengutus rasulnya dengan petunjuk dan din yang benar untuk menjadikannya superior atas semua keyakinan walaupun orang-orang musyrik membencinya” (At-Taubah: 33)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar