Demokratisasi atau Pemaksaan
Khusus di Indonesia, Umat islam sebenarnya telah menjadi bagian dalam sejarah panjang sejarah nusantara di mana Indonesia waktu itu belum menjadi sebuah negara yang satu. Umat islam jugalah yang merumuskan ide persatuan dan kemerdekaan Indonesia dalam sebuah negara yang besar seperti dalam tulisan sejarah Mansyur Suryanegara. cukup jelas saya kira jika kita membaca catatan sejarah bagaimana pengaruh umat islam dan para ulama dalam proses kebangkitan nasional Indonesia.
saat ini Indonesia dikatakan telah merdeka dari penjajahan secara fisik seperti yang terjadi di masa Belanda ataupun Jepang. Lantas pertanyaannya apakah umat islam juga sebagai umat mayoritas menjadi umat yang merdeka dalam menjalankan ibadahnya dan ketaatannya kepada allah swt?. Hal in menjadi tanda tanya besar bagi kita semua karena fakta akan berbicara lain.
Kurang lebih 13 tahun Indonesia menjadi negara yang bisa dikatakan sukses dalam proses demokrasinya. Indonesia telah dielu-elukan secara internasional sebagai negara yang rukun sesama umat beragama apalagi umat Islam Indonesia adalah umat mayoritas dan terbesar di dunia. Demokrasi berarti pemberian kebebasan kepada setiap orang untuk melakukan hak-hak hidup, beragama, politik, ekonomi dan sosial budayanya (HAM). Seperti itulah yang dipahami dan telah menjadi kesadaran dan pemikiran umum di tengah-tengah masyarakat. Setiap umat beragama diizinkan untuk beribadah sesuai dengan keyakinan agamanya, Setiap orang bebas untuk mengeluarkan pendapatnya dan mengkritik pemerintah, setiap orang bebas untuk berperilaku jika tak melanggar norma-norma dalam masyarakatnya, dan seterusnya.
Semua jargon demokrasi dan HAM tersebut memang tampak ideal dan “sangat pas dengan jati diri bangsa”. Tapi apakah dia pantas untuk umat islam? mari kita lihat. Banyak kasus di negara kita dimana masyarakat islam betul-betul menjadi masyarakat mayoritas yang didiskriminasi oleh minoritas penguasa atau kelompok-kelompok tertentu di negara ini. dalam perkara politik, dimana kebebasan diberikan kepada setiap orang untuk terlibat politik malah aspirasi umat islam untuk menerapkan syariat secara utuh dipertanyakan bahkan ditentang oleh para politisi dan pemegang tonggak-tonggak kekuasaan. Banyak perda-perda yang didalamnya ada aturan Islam disoroti oleh kelompok-kelompok tertentu karena dianggap melanggar HAM. Di penghujung 2010, Human Right Watch mengkritik Qanun atau perundang-undangan syariat di Aceh karena dianggap melanggar HAM. Perempuan-perempuan yang memakai pakaian ketat keluar rumah, atau perempuan dan laki-laki bukan mahram kedapatan bersepi-sepian lalu dihukum. Semuanya dikatakan melanggar HAM. Hal ini baru bagian kecil dari syariat, belum sistem pidana, perdata, kebijakan dalam negeri, luar negeri, ekonomi, keuangan, dsb. tapi semua itu tidak bisa diterapkan dalam sistem demokrasi saat ini karena sebelum mengambil alih kekuasaan melalui Pemilu sudah keburu ditahan dengan UU Parpol “partai politik tidak boleh menyinggung ideologi negara, atau Sara”.
Setiap orang juga diberikan kebebasan untuk melaksanakan keyakinannya masing-masing. Lantas bagaimana dengan gerakan-gerakan sempalan?.bermunculanlah kemudian Ahmadiyah yang mengaku Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabinya, Inkarussunnah, Islam Liberal, Al-Qiyadah Islamiyah, dan MIllah-Abraham. Umat islam yang merasa tersakiti dengan perkara tersebut dan kemudian berusaha untuk menghancurkannya malah disebut sebagai Islam radikal yang tidak toleran pada sesama manusia. sebuah dilemma dalam demokrasi. Tahun 2010 kasus antar umat beragama yang kemudian menjadi isu hangat. umat islam kembali menjadi sasaran sebagai umat yang tidak toleran dalam beragama seperti dalam kasus Ciketing. di Ciketing yang menjadi sorotan paling utama dalam bentrokan yang terjadi antara umat Kristen dan Islam tersebut adalah umat islam.
Perkara terakhir yaitu, penghancuran akhlak secara besar-besaran kepada kaum muslimin. Retorika kebebasan berbudaya hanya menjadi pembenaran saja bagi para pemilik modal untuk mengeksploitasi para wanita untuk menjadi komoditas atau barang dagangan. Hampir tidak ada bagian tubuh yang tertutupi lagi semua telah menjadi lifestyle. gaya wanita yang disukai pria. Sebuah pemandangan yang sejatinya menjijikkan tapi telah menjadi indah dalam pandangan kita karena telah dihiasi dengan berbagai kata-kata dan terus diulang-ulang sehingga tidak menjadi sebuah hal yang tabu lagi. Dan hasilnya, setiap tahun kehamilan di luar nikah terus-menerus meningkat dan diperkirakan tahun 2011 kasus yang paling banyak ditangani adalah masalah kelahiran di luar nikah. Indonesia pun didaulat sebagai negara nomor dua konsumen pornografi terbesar di dunia setelah Russia.
Umat islam yang semestinya memuliakan wanita dan menempatkan wanita dalam posisi yang tinggi dengan busananya dan keanggunannya kini para wanita tersebut dijadikan seolah barang dagangan dan konsumen untuk para pebisnis semata. Begitupun kewajiban setiap muslim untuk menahan pandangan dan membatasi interaksi antar lawan jenis dipaksa untuk berzina secara mata, telinga, mulut dan bahkan prakteknya karena berbagai suguhan erotisme yang disediakan memang untuk membangkit syahwat setiap manusia. dan jadilah yang terjadi.
Umat Islam harus sadar
Semua permasalahan ini pastinya tidal lepas dari sistem liberal yang dianut, entah mau digunakan istilah Sekulerisme, Hak Asasi Manusia, Demokrasi, Liberalisme, atau Kapitalisme. Pada intinya umat islam menjadi umat yang terpinggirkan dan dipaksa untuk menjadi pengikut dari akidah kufur tersebut. Padahal telah terbukti di Amerika ataupun Eropa sebagai letak cikal bakal ide ini telah hancur lebur karena menerapkan ideology tersebut. Silahkan lihat fakta, sangat jelas kehancuran Barat secara ekonomi, Politik, sosial dan budaya. Dan tanggung jawab kita sebagai muslim untuk memberikan solusi untuk permasalahan ini.
kita mesti menciptakan kondisi supaya masyarakat muslim ataupun non-muslim menjadi masyarakat yang beradab, maju, aman dan sejahtera . Dan kondisi itu bisa diterapkan jika terlembagakan dalam sebuah kekuasaan. Dilaksanakan, dijaga dan disebarluaskan. Sama halnya dengan penerapan liberalisme yang membutuhkan institusi demokratis untuk melaksanakan, menjaga dan menyebarluaskannya. Umat islam telah memiliki lembaga yang bisa menaungi kaum muslimin yakni Daulah Khilafah Islamiyah. Sebuah kewajiban agung yang dilupakan oleh ummat saat ini padahal salah satu akar permasalahan umat saat ini adalah ketiadaan Khilafah. Allahua`lam (ahmad al-habsy)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar