Selasa, 30 November 2010

MEMBONGKAR DEISLAMISASI SEJARAH INDONESIA


Judul : API SEJARAH
Penulis : Ahmad Mansyur Suryanegara
Penerbit : Salamadani Pustaka Semesta
Tebal : 578 Hal, xxx







Ahmad Mansyur Suryanegara:
“Bila Sejarawan Mulai membisu,hilanglah kebesaran masa depan generasi bangsa”

E.F.E Douwes Dekker Danoedirjo Setiabudi:
“Jika tidak karena sikap dan semangat perjuangan para ulama, sudah lama patriotism di kalangan bangsa kita mengalami kemusnahan”.

Membaca buku-buku sejarah Indonesia khususnya dalam mata pelajaran yang diajarkan dalam sekolah-sekolah dan perguruan tinggi maka, kita akan menyaksikan sebuah penyembunyian fakta-fakta sejarah yang seharusnya diketahui oleh generasi muda negara Indonesia ini. hal ini semakin diperparah oleh historiografi yang dibuat oleh orde baru dimana sejarah dibuat untuk kepentingan kekuasaan saat itu.
Peran ulama dan umat islam dalam pembentukan Indonesia menjadi salah satu hal yang tertutupi. Perjuangan para santri dan ulama bersama rakyat melawan penjajahan colonial, portugis, inggris, belanda jarang diungkap, berbagai perayaan hari-hari besar nasional dirayakan berdasarkan atas dasar fakta-fakta yang sebenarnya manipulatif. Hari kebangkitan nasional tanggal 20 mei 1908 yang dirayakan setiap tahun berdasar pada hari lahirnya boedi Utomo. Padahal boedi utama adalah organisasi kejawen (jawa, Madura) dan pro belanda, orang-orangnya adalah pegawai belanda dan sama sekali tidak mencita-citakan persatuan dan kemerdekaan Indonesia juga organisasi ini sangat anti pada islam dan bahkan pernah menghina rasulullah SAW. Sementara tahun 1905, berdiri sarikat dagang islam yang berdiri pertama kalinya sebagai wadah perjuangan melawan belanda dan menuntut kemerdekaan Indonesia. Bahasa yang digunakan bahasa melayu dan keanggotaannya seluruh Indonesia. 

Hari pendidikan nasional yang diperingati tiap tanggal 2 mei tiap tahunnya juga adalah ketetapan yang sangat politis dan subjektif. Hari kebangkitan nasional diperingati berdasar atas hari lahir Ki Hajar Dewantaram pendiri taman siswa, 1922 M. padahal 10 tahun sebelumnya 1912 KH. Ahmad Dahlan telah merintis pendirian pendidikan untuk pribumi saat itu.

Apakah ada deislamisasi sejarah di Indonesia?. Hal inilah yang kemudian coba untuk diangkat dan didiskusikan kembali oleh Ahmad Mansyur Suryanegara dalam bukunya API SEJARAH. buku ini telah membuka diskursus baru dalam proses penulisan sejarah Indonesia. Penulisan sejarah Indonesia yang sekuler dan anti islam menjadikan Indonesia yang mayoritas islam tidak bisa belajar tentang semangat kemerdekaan yang telah terbangun hampir seabad lalu. 

Buku yang ditulis oleh sejarawan muslim ini betul-betul merangkai dan merinci periodisasi sejarah Indonesia secara komprehensif dan gamblang dan menunjukkan dimana posisi dimana umat islam dalam setiap periode itu. ternyata umat islam memiliki sumbangsih besar dan sangat nyata dalam proses kemerdekaan Indonesia, persatuan wilayah-wilayah nusantara, penggunaan bahasa melayu sebagai bahasa Indonesia, perkembangan pendidikan di Indonesia dsb. 

Buku ini terbit dalam dua jilid, Jilid pertama membahas dari proses masuknya islam di Indonesia hingga peran umat islam dalam membangun kesadaran/ kebangkitan nasional. Dalam jilid ke dua membahas dan kelanjutan perjuangan umat islam dari zaman jepang hingga ke era reformasi paska kemerdekaan. Sebuah buku yang sangat mencerahkan dan memperkuat semangat kepada generasi kaum muslimin untuk kembali mengambil posisi dalam perjuangan-perjuangan selanjutnya untuk Islam dan kemaslahatan kau muslimin.(hasbi)





Minggu, 28 November 2010

ULAMA TELAH DAN MESTI MENJADI PEJUANG

Melihat Realitas masyarakat hari ini, tentunya kita bersepakat bahwa banyak sekali masalah dalam kehidupan kita bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kemiskinan sudah menjadi pemandangan biasa dimana-mana, anak-anak putus sekolah, kehancuran moral dimana-mana dengan gaya hidup glamour yang dipertontonkan oleh generasi muda, kriminalitas terus meningkat dsb. Pemandangan di sisi lain, ada kemewahan yang juga dipertontonkan oleh pemegang-pemegang kekuasaan di negara ini bahkan saat dibuikan karena korupsi, mereka masih tetap menikmati kemewahan di bilik penjara itu. sebuah fakta yang biasa untuk masyarakat Indonesia, bahkan seolah-olah dianggap sebagai taken for granted oleh masyarakat, jadi, semua hanya bisa mengatakan mungkin inilah takdir yang kita harus hadapi , semoga ini akan berubah di waktu yang akan datang.

Kaum muslimin, atau para ulama yang diharap kapabel dalam memahami masalah dan mampu menarik hukum untuk masalah tersebut juga tak mampu melihat masalah itu secara menyeluruh dan fundamental. Bahwa, ternyata masalah-masalah cabang yang terjadi di Indonesia adalah karena penjajahan ideology kapitalisme di Indonesia. Kebebasan-kebebasan yang dijamin oleh sistem negara dalam sistem demokrasi ternyata hanya melahirkan tirani minoritas pemilik capital. Sehingga, yang berkuasa adalah pemilik modal yang menguasai badan-badan pemerintah, yang menguasai mindset masyarakat untuk berbudaya, budaya konsumsi, yang menguasai lahan-lahan sumber daya alam primer untuk kekayaan individu mereka dan menyia-nyiakan rakyat. Para ustad ,atau para ahli ilmu islam hanya mampu memberikan solusi-solusi yang sifatnya akibat dari masalah sebenarnya. Kemiskinan harus dilawan dengan kesabaran dan bekerja keras, kerusakan moral harus dilawan dengan memassifkan kajian-kajian religi, bahkan pemerintahan korup harus dilawan dengan ikut bersaing menjadi pejabat pemerintah. sehingga tidak sedikit para ulama yang terjebak dalam permainan buas kekuasaan.

Fakta seperti ini bagi para ulama menjadikan aktivis-aktivis yang anti-kapitalisme dengan ideology kirinya menjadikan alasan pembenaran dari teori marxistnya bahwa begitulah dan benarlah nabi kita karl marx, yang berkata bahwa agama hanyalah menjadi bagian dari struktur eksploitatif negara yang membenarkan dan mengaminkan kesewenang-wenangan negara. Betul, jika fakta yang dilihat sama seperti fakta hari ini hanya saja mereka tidak sedikit mencoba untuk melihat fakta yang lain dan menghubungkan semua fakta itu untuk mengambil kesimpulan dan tidak terburu-buru dalam menghakimi semua keyakinan.

Justru fakta yang telah ada adalah bahwa dalam sejarah perjuangan kemerdekaan rakyat Indonesia dari penjajah negara colonial, umat islam dan para ulama memegang tongkat utama perjuangan. Kedatangan colonial portugis dan spanyol abad 16 M dan kemudian menyusul Belanda, dan Inggris abad 17 M dijawab oleh perlawanan sengit oleh para ulama dan santri yang bersatu dengan kesultanan yang ada di nusantara saat itu. Demak, Banten, Cirebon, aceh, ternate, tidore, ambon, gowa dsb.
Penjajahan, penindasan dan pemurtadan, yang menjadi pengejewantahan dari cita-cita Gold, Glory dan Gospel (3 G) yang dibawa oleh penjajah terang saja menjadikan kaum muslimin di wilayah nusantara berontak dan bahu membahu mengusir penjajah. Dari perjuangan inilah sehingga lahirlah tokoh-tokoh, ulama-ulama yang tetap harum namanya sampai kini, ada Pangeran Dipanegoro putra sulung Sultan Hamengkubowono III yang berontak terhadap sikap sultan yang sudah dikuasai oleh penjajah belanda sehingga beliau sendiri yang turun memimpin peperangan melawan belanda, pecahlah perang dipanegoro 1825-1830. Kiai MoJo ulama dari jawa tengah, Imam Bonjol dari sumatera barat, dan syekh Yusuf Al-makassary, bahkan dari Syekh-Syekh gerakan tarekat seperti Syekh Akhmad Khatib Ahmad As-Sambasi pemimpin gerakan tarekat Qadiriyah dan Syekh Sulaiman Effendi pemimpin tarekat Naqsabandi dan banyak lagi ulama yang bergerak bersama rakyat untuk melawan penindasan dari para penjajah. dalam buku Api Sejarah yang ditulis Ahmad Mansyur Suryanegara, mengutip buku Jenderal Thomas Stanford Rafles, 1817, bahwa, meski jumlah para santri dan ulama hanya minoritas dari jumlah masyarakat tapi mereka memiliki sikap anti penjajah yang konsisten. Dan jika para ulama dan santri ini bekerjasama dengan sultan atau bupati maka akan sangat membahayakan kelestarian penjajah. bahkan menurut Suryanegara, Islam menjadi identitas anti penjajahan di Indonesia.

Sangat susah untuk meminggirkan peran umat islam dalam sejarah perjuangan melawan penjajahan. Hal ini terjadi memang pada dasarnya karena ajaran islam sendirilah yang senantiasa menjadi semangat perjuangan melawan penjajahan. Islam menyuruh untuk memerangi dan mengusir pihak yang memerangi dan mengusir umat islam, islam menyuruh untuk menolong orang-orang terzalimi.

Saat penjajah ingin masuk dan menguasai dan menerapkan hukumnya diwilayah-wilayah yang dikuasai dan diatur oleh hukum islam para sultan dan Ulama bersatu melawan penjajah. karena memang disamping para sultan dan ulama paham bahwa, penjajah pasti ingin mengeksploitasi wilayah nusantara dan masyarakatnya para Sultan dan ulama juga yakin dan istiqomah bahwa hanya aturan Islamlah yang menjadi satu-satunya aturan pembebas rahmatan lilalamin dan sebuah kewajiban untuk mempertahankannya. Meskipun pada akhirnya para sultan dan ulama itu harus dikudeta oleh penjajah dan kemudian diasingkan dan kemudian terbunuh.

Indonesia telah merdeka, sayangnya kemerdekaan itu tetap menyisakan hukum dan cita-cita Gold, Glory dan Gospel dari penjajah. dan akhirnya, bukan penjajahan yang hilang tapi uslub (cara praktisnya yang hilang) dari pejajahan dominasi fisik ke hegemoni ideologi kapitalisme. Dari tanam paksa untuk penjajah menjadi ikhlas dan sukarela untuk dieskploitas di pabrik-pabrik milik penjajah. pergantian periode kekuasaan di Indonesia tetap terjadi tapi yang menang tetap kapitalisme.

Ulama masa lalu di Indonesia mempertahankan nusantara dari penjajahan kolonial dan kemudian merebut kemerdekaan. Dengan islam mereka mempertahankan dan atas nama islam mereka berjuang. Cita-cita 3 G, penjajah yang mewujud pada kapitalisme global harus menjadi diskusi utama para ulama dan arah perjuangan saat ini dengan menjadikan islam sebagai asas perjuangan dan metode untuk melanjutkan kehidupan umat islam. satu kesukuran karena MUI telah memfatwakan kesesatan SIPILIS, Sekularisme, Pluralisme dan Liberalisme, bukti bahwa para ulama juga sedang mulai menuju ke arah sana. Momentum hari pahlawan semestinya menjadi ajang refleksi diri, bermuhasabah untuk meluruskan niat dan tekad kita untuk perjuangan membebaskan Indonesia, negara-negara islam dan seluruh masyarakat dunia yang menanti futuhat islam melalui daulah khilafah untuk membebaskan mereka dari kelamnya kehidupan saat ini.

Selasa, 09 November 2010

Jangan Nodai Masjid Istiqlal dengan Menerima Presiden Negara Penjajah


Seperti yang diberitakan media massa, Presiden AS, Barack Obama, menurut keterangan Dubes RI untuk AS, Dino Patti Jalal, direncanakan akan mengunjungi Masjid Istiqlal, Jakarta, sebelum menyampaikan pidatonya di UI (Kompas.com, 08/11/2010). Masjid Istiqlal, sesuai dengan namanya, adalah masjid yang menjadi simbol kemerdekaan negeri ini dari penjajahan. Karena itu, kunjungan seorang Presiden negara penjajah ke masjid ini, sadar atau tidak, jelas telah menodai masjid yang menjadi simbol kemerdekaan itu. Alih-alih mengusir penjajah, sebagaimana yang dilakukan oleh para pahlawan kemerdekaan, justru pemerintah dan kaki tangannya malah menerima, dan membentangkan karpet merah untuk menyambut kedatangannya, bahkan menginjak-injak simbol kemerdekaan.

Memang benar, bahwa Obama kecil pernah tinggal di Indonesia, sebagai rakyat biasa, tetapi fakta Obama kecil tidak bisa digunakan untuk menghukumi Obama sekarang. Karena, dia kini jelas-jelas telah menjadi seorang Presiden AS, yang bukan hanya telah menjajah negeri-negeri kaum Muslim, tetapi tangannya pun masih berlumuran darah umat Islam, baik di Palestina, Irak, Afganistan maupun Pakistan. Karena itu, status Obama sekarang berbeda dengan Obama kecil. Obama sekarang adalah kepala negara Kafir Harbi fi’lan, dimana negaranya secara nyata sedang berperang dengan negeri-negeri kaum Muslim.

Hukum menerima Obama sebagai Presiden negara Kafir Harbi fi’lan jelas telah diharamkan oleh Islam, apalagi kedatangannya di Indonesia untuk menandatangani Kemitraan Komprehensif, yang sejatinya merupakan legalisasi penjajahan komprehensif AS terhadap Indonesia dalam segala bidang. Islam telah menetapkan, bahwa orang Kafir Harfi fi’lan hanya diperbolehkan masuk dan mendapatkan jaminan keamanan (al-amân), karena satu faktor, yaitu untuk mempelajari Islam, sebagaimana yang dinyatakan dalam al-Qur’an:

وَإِنْ أَحَدٌ مِّنَ الْمُشْرِكِينَ اسْتَجَارَكَ فَأَجِرْهُ حَتَّىٰ يَسْمَعَ كَلَامَ اللَّـهِ ثُمَّ أَبْلِغْهُ مَأْمَنَهُ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَّا يَعْلَمُونَ ﴿٦﴾

“Dan jika seorang di antara orang-orang Musyrik itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ketempat yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui.” (Q.s. at-Taubah [09]: 06)

Selain itu, meski ada ikhtilaf di kalangan ulama’, menurut pendapat yang paling kuat, menerima mereka sama sekali tidak diperbolehkan. Terlebih, jika kedatangannya bukan untuk mempelajari Islam, tetapi untuk melegalkan dan melanggengkan penjajahannya di negeri ini, maka hukumnya haram. Dengan tegas Allah menyatakan:

وَلَن يَجْعَلَ اللَّـهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلًا ﴿١٤١﴾

“Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman.” (Q.s. an-Nisa’ [04]: 141)

Imam Al-Qurthubi menjelaskan, “Sesungguhnya Allah tidak akan memberikan jalan kepada mereka untuk menghancurkan negara orang-orang Mukmin, melenyapkan jejaknya dan membolehkan harta mereka.” (al-Qurthubi, al-Jâmi’ li Ahkâmi al-Qur’ân, V/417).

Karena itu, dengan tegas ayat ini mengharamkan siapapun untuk memberikan jalan kepada kaum Kafir untuk menguasai, menjajah dan menghancurkan negeri kaum Muslim, baik dengan menggunakan kekuatan fisik, seperti pendudukan, maupun non-fisik, seperti ekonomi, politik, pendidikan, budaya dan lain-lain. Kemitraan Komprehensif yang akan diteken oleh Presiden AS, Barack Obama, dengan Presiden RI, Susilo Bambang Yudoyono, adalah alat penjajahan AS terhadap Indonesia. Perjanjian ini merupakan alat yang digunakan oleh AS, bukan hanya untuk melanggengkan penjajahannya, tetapi juga untuk memperluas bidang jajahannya, sehingga semakin memperkokoh penjajahannya di negeri ini.

Sebagaimana penggunaan istilah “Kemitraan Komprehensif”, yang menyesatkan, karena nyatanya bukan kemitraan, tetapi penjajahan, dengan tujuan agar rakyat negeri ini tidak marah dan melakukan perlawanan, maka dipilihnya Masjid Istiqlal sebagai salah satu tujuan kunjungan Obama juga merupakan bagian dari penyesatan. Karena sesungguhnya ini merupakan politik pencitraan, yang digunakan untuk mencitrakan dirinya bersahabat dengan Islam. Harapannya, Obama dan AS, bisa diterima sebagai sahabat umat Islam, karena telah menunjukkan penghormatannya kepada simbol agama umat Islam. Padahal, tangannya masih berlumuran darah umat Islam. Di tempat lain, tangan Obama juga digunakan untuk menghancurkan masjid di Pakistan, termasuk masjid al-Aqsa di Palestina.

Karena itu, kunjungan Obama ke Masjid Istiqlal sesungguhnya bukan merupakan bentuk penghormatan, tetapi justru penghinaan dan penyesatan opini dan politik yang sengaja digunakan untuk menjinakkan perasaan umat Islam yang marah kepada Amerika. Maka, membuka rumah Allah yang mulia kepada Presiden AS itu jelas merupakan pengkhianatan kepada Allah, Rasul-Nya dan seluruh umat Islam. Sekaligus merupakan tindakan kriminal, yang diharamkan oleh Allah. Karena, berarti telah memberikan justifikasi kepada Obama dan AS untuk menjajah negeri ini, dan juga negeri-negeri kaum Muslim yang lain. Memang benar, ada sebagian ulama’ membolehkan orang Kafir Ahli Kitab untuk memasuki masjid, tetapi dalam status mereka sebagai Ahli Dzimmah. Namun, jika statusnya sebagai Kafir Harbi fi’lan, yang datang ke rumah Allah ini bukan untuk mempelajari Islam, tetapi untuk menghina dan menistakan Islam dan kaum Muslim, maka tentu hukumnya berbeda. Terhadap orang seperti itu, Allah menyatakan:

وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّن مَّنَعَ مَسَاجِدَ اللَّـهِ أَن يُذْكَرَ فِيهَا اسْمُهُ وَسَعَىٰ فِي خَرَابِهَا ۚ أُولَـٰئِكَ مَا كَانَ لَهُمْ أَن يَدْخُلُوهَا إِلَّا خَائِفِينَ ۚ لَهُمْ فِي الدُّنْيَا خِزْيٌ وَلَهُمْ فِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ ﴿١١٤﴾

“Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang menghalanghalangi menyebut nama Allah dalam mesjid-mesjid-Nya, dan berusaha untuk merobohkannya? mereka itu tidak sepatutnya masuk ke dalamnya (mesjid Allah), kecuali dengan rasa takut (kepada Allah). Mereka di dunia mendapat kehinaan dan di akhirat mendapat siksa yang berat.” (Q.s. al-Baqarah [02]: 114)

Karena itu, kami menyerukan dari lubuk hati yang paling dalam, agar pihak otoritas Masjid Istiqlal menolak kunjungan Presiden AS, Barack Obama, itu ke masjid yang mulia ini. Jika tidak, maka Allah akan mencatat pengkhianatannya kepada-Nya, Rasul dan seluruh umat Islam. Kelak, mereka akan menyesali perbuatannya, sementara mereka dalam keadaan terhina.

Ya Allah, saksikanlah, bahwa kami telah menyampaikan.

Jakarta, 9 Nopember 2010